Dialog Ukhrawi {Khotbah Jum’at}

Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA Khutbah Jum’at di Masjid Agung Darussalam Purbalingga, 11 Dzulhijjah 1436 / 25 September 2015   KHUTBAH PERTAMA: إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ … Read more

Untung atau Buntung?

Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA   Setiap hamba yang tinggal di dunia harus siap untuk menghadapi ujian dan cobaan. Sebab itu sudah merupakan sunnatullah yang tidak mungkin bisa dihindari. Dalam hal ini, tidak ada bedanya antara orang yang beriman dengan yang tidak, antara orang Islam maupun orang kafir. Semuanya berpotensi untuk ditimpa ujian. Allah ta’ala … Read more

Hidup Suri

Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA

 

Istilah yang sering kita dengar adalah mati suri. Itu merupakan sebuah istilah untuk menjuluki kondisi di mana sesorang tampaknya mati, tetapi sebenarnya masih hidup. Adapun judul di atas; hidup suri adalah kebalikan mati suri. Itu adalah istilah yang kami buat sendiri untuk menjuluki orang yang tampaknya hidup, padahal sebenarnya ia mati. Siapakah dia? Dia adalah orang yang enggan berdzikir!

Perlu diketahui, bahwa selain memotivasi para hamba-Nya untuk banyak berdzikir, Allah ta’ala juga mengingatkan mereka agar tidak lalai dari berdzikir. Bahkan terkadang Allah menggabungkan antara keduanya. Antara lain dalam firman-Nya,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ.

Artinya: “Ingatlah Rabbmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang. Serta janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. QS. Al-A’raf (7): 205.

Kebutuhan seorang hamba kepada dzikir melebihi kebutuhan seekor ikan terhadap air, sebab dzikir merupakan sumber kehidupan hati. Nabi kita shallallahu’alaihiwasallam memberikan sebuah perumpamaan yang sangat buruk bagi manusia yang enggan berdzikir. Kata beliau,

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ“.

“Perumpamaan orang yang berdzikir (mengingat) Rabbnya dan orang yang tidak berdzikir, seperti orang yang hidup dan orang yang mati”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al-Asy’ary radhiyallahu ’anhu.

Berdasarkan keterangan di atas, hati para manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga jenis:

Pertama: Hati yang hidup dan sehat. Adalah hati yang senantiasa dipenuhi dengan dzikrullah. Hati yang mengikhlaskan seluruh amalannya hanya untuk Allah ta’ala. Ia mencintai, membenci, memberi dan menahan pemberian karena Allah semata. Dalam bertindak dan berlaku, selalu yang dijadikan sebagai patokan adalah keridaan Allah dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam bukan yang lain.

Kedua: Hati yang mati. Adalah hati yang kosong dari dzikrullah. Hati yang tidak mengenal Rabbnya, tidak beribadah pada-Nya, tidak menjalankan perintah-Nya maupun menjauhi larangan-Nya. Ia mencintai, membenci, memberi dan menahan pemberian semata karena menuruti hawa nafsunya.

Ketiga: Hati yang sakit. Adalah hati yang masih hidup namun menderita penyakit. Tergantung unsur mana yang lebih dominan. Terkadang penyakitnya berkurang karena porsi dzikirnya ia tingkatkan. Namun seringkali, penyakitnya semakin parah, karena terlalu lama tidak berdzikir, sehingga hampir-hampir ia mati.

Hati pertama adalah hati yang subur dan lembut. Hati kedua adalah hati yang tandus dan mati. Hati ketiga adalah hati yang sakit, kadangkala mendekati kesembuhan dan tidak jarang pula mendekati kematian. Nomor berapakah hati kita?

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 19 Rabi’uts Tsani 1433 / 12 Maret 2012

* )Kandungan makalah ini disarikan dari kitab “Fiqh al-Ad’iyyah wa al-Adzkâr” karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr al-‘Abbad (I/52-59).

Silsilah Fiqih Pendidikan Anak – No: 37 – ANAK DAN ADAB MAKAN

Dalam Islam makan dan minum itu sebagai sarana. Bukan tujuan. Makan dan minum untuk menjaga kesehatan badan. Karena dengan badan yang sehat, ia bisa beribadah kepada Allah ta’ala dengan maksimal. Itulah ibadah yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan dan kebahagiaan di dunia serta akhirat. Supaya mendatangkan berkah, banyak adab makan dan minum yang diajarkan Islam. Di antaranya: … Read more

Silsilah Fiqih Pendidikan Anak – No: 36 – ANAK DAN ADAB TERHADAP TETANGGA

Rasulullah shallallahu‘alaihiwasallam menjadikan akhlak kepada tetangga sebagai salah satu acuan penilaian kebaikan seseorang. Karena dari itu kita harus serius memperhatikan masalah ini. Di antara etika dan adab dengan tetangga yang selayaknya ditanamkan pada diri juga anak kita: 1. Mencintai kebaikan tetangga sebagaimana menyukai kebaikan untuk diri sendiri. Bergembira jika ia mendapat kebaikan dan kebahagiaan, serta … Read more

Silsilah Fiqih Pendidikan Anak – No: 35 – ANAK DAN ADAB TERHADAP SAUDARA

Fiqih Pendidikan Anak

Sebagian orang tua mengeluhkan adanya hubungan kurang harmonis antara anak-anaknya. Kakak dan adik selalu bertengkar. Tiada hari berlalu tanpa ‘perseteruan’ di antara mereka. Seharusnya hal tersebut tidak dianggap sebagai sebuah fenomena yang wajar. Justru sebagai orang tua kita perlu membiasakan anak beretika dengan saudara-saudaranya. Dasar etika sesama saudara adalah penghormatan yang muda kepada yang tua … Read more

Silsilah Fiqih Pendidikan Anak – No: 34 – ANAK DAN ADAB TERHADAP GURU

Fiqih Pendidikan Anak

Guru yang kami maksud di atas adalah guru pelajaran umum maupun pelajaran agama (ustadz). Mereka adalah orang-orang yang amat berjasa kepada kita. Terlebih lagi yang mengajarkan ilmu agama. Sebab dia adalah ‘dokter rohani’ untuk kebaikan dunia dan akhirat. Karena itu seorang murid dituntut beradab dan bersikap baik dengan gurunya, meskipun guru itu sendiri tidak menuntut … Read more

Silsilah Fiqih Pendidikan Anak – No: 33 – ANAK DAN ADAB TERHADAP ORANG TUA

Fiqih Pendidikan Anak

Pertama kali yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan kewajiban beretika kepada orang tua, adalah menyadarkan anak bahwa hal itu merupakan perintah Allah ta’ala. Jadi, beretika kepada orang tua itu adalah ibadah yang mendatangkan pahala. Di dalam al-Qur’an ditegaskan, “وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا”. Artinya: “Berbuat baiklah kepada orang tua”. QS. Al-Baqarah (2): 83. Lalu diterangkan kepada anak-= mengapa Allah … Read more

Silsilah Fiqih Pendidikan Anak No 32: Menanamkan Akhlak Mulia Pada Anak

Fiqih Pendidikan Anak

Apa yang ada dalam pikiran Anda? Ketika mendapati seorang anak yang lembut tutur katanya, sopan perilakunya, taat ibadahnya dan terdidik pemikirannya? Pasti Anda akan merasa senang untuk berjumpa dan melihatnya. Kita tentu bisa menerka bahwa anak tersebut terdidik dengan baik dan mendapat bimbingan akhlak yang memadai. Mengapa demikian? Sebab terbentuknya akhlak yang mulia pada diri … Read more

Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No 56: Pujian Pada Allah Adalah Nikmat Terbesar

Selama ini, saat membicarakan tentang nikmat Allah, seringkali pembicaraan kita hanya berkutat seputar kesehatan, rizki, keturunan, tempat tinggal, kendaraan dan beragam nikmat duniawi lainnya. Memang betul bahwa berbagai nikmat tersebut besar dan amat kita butuhkan. Namun sadarkah kita bahwa di sana ada sebuah nikmat yang jauh lebih besar, yang justru malah sering kita abaikan? Yaitu nikmat kita bisa memuji Allah atas berbagai karunia nikmat duniawi tersebut.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,

“مَا أَنْعَمَ اللهُ عَلَى عَبْدٍ نِعْمَةً فَقَالَ الْحَمْدُ للهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي أَعْطَاهُ أَفْضَلُ مِمَّا أَخَذَ”

“Bila Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya kemudian dia mengucapkan ‘alhamdulillah’; maka sesungguhnya pujian yang ia ucapkan itu lebih utama daripada nikmat yang ia dapatkan”. HR. Ibn Majah dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albany.

Read more