Benarkah Muharram Bulan Sial?

Alhamdulillâhi wahdah wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh…

Mitos Seputar Bulan Muharram

Sudah menjadi ‘keyakinan’ bagi sebagian masyarakatIndonesia–Jawa khususnya– bahwa bulan Muharram -atau bulan Suro dalam istilah Jawa- adalah bulan keramat. Pada tanggal-tanggal tertentu mereka menghentikan aktivitas–aktivitas yang bersifat hajatan besar, menghindari perjalanan jauh, sebab hari itu mereka anggap sebagai hari naas atau sial.

Bulan itu juga mereka takuti bagi pasangan yang hendak merencanakan pernikahan. Oleh karenanya mereka sangat menghindarinya dan memilih pernikahan dilaksanakan pada bulan-bulan lain. Pasalnya, -menurut klaim mereka- pernikahan yang dilangsungkan pada bulan Muharram kerap mendatangkan sial bagi pasangan, seperti perceraian, kematian, tidak harmonis, dililit utang, dsb. Budaya ini sudah mengakar sebagai warisan nenek moyang kita. Kami tidak tahu secara pasti ini dari mana sumbernya, tetapi mungkin saja sebagai pengaruh asimilasi budaya Hindu dan Islam yang ketika berbaur memunculkan isme baru yaitu paham kejawen.

Read more

Video Jangan Durhaka Kepada Anakmu

Jangan Durhaka Kepada Anakmu Video ceramah singkat Islami yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. tentang cara mendidik anak yang benar agar kelak menjadi orang-orang yang shalihah dan shalihah dan berbakti kepada orang tuanya. Nasihat agar para orang tua jangan durhaka kepada anak-anaknya. Bagaimana penjelasan lengkapnya? Saksikan video berikut ini.

“Berhaji” Tanpa Ke Mekah

Menunaikan ibadah haji ke Baitullah, siapa yang tidak menginginkannya? Selain janji manis pahalanya yang begitu menggiurkan, juga kerinduan terhadap Ka’bah yang selalu membayangi hati setiap muslim.

Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjanjikan,

“الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ”.

“Haji yang mabrur tidak memiliki balasan lain kecuali surga”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.

Namun kenyataannya, untuk sampai ke tanah suci tidaklah semudah yang diangankan. Faktor penghalang utamanya adalah biaya besar yang harus dikeluarkan untuk mewujudkan mimpi indah tersebut. Sehingga kebanyakan orang terpaksa rela memendam dalam-dalam cita-cita mulia tersebut.

Read more

Polemik Arah Kiblat

HARUSKAH BERPOLEMIK MENGENAI ARAH KIBLAT?

  • ·Prolog

Belakangan ini, polemik mengenai arah kiblat semakin menghangat. Bukan hanya di daerah tertentu, melainkan sudah menjadi isu nasional. Tulisan, ceramah dan diskusi resmi maupun tidak, banyak diadakan untuk membahas masalah ini. Ada yang berbicara berdasarkan ilmu, namun tidak sedikit yang berbicara berdasarkan emosional belaka. Ini berkenaan dengan wacana yang dilontarkan.

Adapun implementasinya di ‘dunia nyata’, ada yang berusaha merubah arah kiblat di masjidnya dengan cara yang bijak dan santun. Tetapi ternyata ada pula yang memilih jalan ‘kekerasan’ dan intimidasi, tanpa memperhatikan kaidah pertimbangan maslahat dan madharat.

Sebenarnya permintaan untuk membahas permasalahan ini telah cukup lama dilontarkan ke penulis. Namun karena satu dan lain hal, terutama kesibukan merintis pesantren dan berdakwah, keinginan tersebut baru bisa terealisasikan sekarang. Semoga tulisan sederhana berikut bisa turut memberikan andil dalam mengurai benang kusut permasalahan ini. Amien…

Read more

Dermawan 100%

Salah satu karakter terpuji yang disukai Islam adalah: kedermawanan dan sifat pemurah. Banyak dalil dan menunjukkan hal tersebut. Di antaranya firman Allah ta’ala,

وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ”.

Artinya: “Barang siapa dihindarkan dari sifat pelit, maka merekalah orang-orang yang beruntung”. QS. At-Taghâbun (64): 16.

Namun, manakala berbicara tentang kedermawanan, anggapan kebanyakan orang adalah kedermawanan menggunakan harta. Padahal, sebenarnya bukan hanya itu saja. Kedermawanan yang hakiki adalah mendermakan apa yang dimiliki, apapun itu.

Read more

Memaknai Silaturahmi

Alhamdulillâhi wahdah, wash shalalâtu was salâm ‘alâ rasûlillâh.

  • · Makna silaturrahim

Silaturrahmi tersusun dari dua kosa kata Arab; shilah yang berarti menyambung[1] dan rahim yang berarti rahim wanita, dan dipakai bahasa kiasan untuk makna hubungan kerabat.[2] Jadi silaturrahim bermakna: menyambung hubungan dengan kerabat. Dari keterangan ini, bisa disimpulkan bahwa secara bahasa Arab dan istilah syar’i, penggunaan kata silaturrahim untuk makna sembarang pertemuan atau kunjungan dengan orang-orang yang tidak memiliki hubungan kerabat, sebenarnya kurang pas.

  • · Motivasi untuk bersilaturrahim

Silaturrahim bukanlah murni adat istiadat, namun ia merupakan bagian dari syariat. Amat bervariasi cara agama kita dalam memotivasi umatnya untuk memperhatikan silaturrahim. Terkadang dengan bentuk perintah secara gamblang, janji ganjaran menarik, atau juga dengan cara ancaman bagi mereka yang tidak menjalankannya.

Allah ta’ala memerintahkan berbuat baik pada kaum kerabat,

“وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً”.

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Serta berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman, musafir dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”. QS. An-Nisa’: 36.

Read more

Agar Idhul Fitri Kita Lebih Bermakna

Di hari-hari ini kita merasakan kebahagiaan dan kegembiraan yang luar biasa, karena Allah ta’ala kembali mempertemukan kita dengan Idhul Fitri yang penuh berkah. Pada hari-hari ini kaum muslimin memanjatkan rasa syukur mereka kepada Allah jalla wa ‘azza dan tidak henti-henti memuji-Nya karena Dia telah memberikan taufiq-Nya sehingga kita bisa menyempurnakan puasa di bulan suci Ramadhan.

Read more

Empati Pendidikan Untuk Anak Miskin

بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillahiwahdah wash shalatu wassalamu ‘ala rasulillah.

PROLOG

Pada suatu hari penulis diajak teman sesama da’i berkunjung ke rumah salah satu ikhwan. Setelah menempuh jarak perjalanan sekitar dua jam naik sepeda motor berboncengan, dengan tubuh yang lumayan pegal-pegal sampai juga kami di tujuan.

Dari jalan raya kami masuk ke sebuah gang sempit yang hanya cukup dilalui sepeda motor. Terlihat sebuah becak lawas terparkir di halaman. Dengan bertembokkan anyaman bambu dan berlantaikan tanah, di atas tanah sewaan, rumah ukuran kira-kira 3×6 meter itu berdiri. Persis di belakang rumah tersebut mengalir sebuah sungai, yang jika hujan, airnya akan meluap. Sehingga rumah tadi menjadi langganan tempat mampir kepiting hingga ular berbisa.

Read more

Hikmah Ramadhan Bagi Para Aparat Negara

Alhamdulillahi wahdah, wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah.

Amat beragam pandangan kaum muslimin dalam memetik hikmah datangnya bulan Ramadhan. Keberagaman itu bersumber dari perbedaan sudut pandang mereka, berwarna-warninya pendidikan mereka dan yang paling penting adalah berjenjangnya tingkat keimanan mereka.

Para penjual kelapa muda dadakan misalnya, memandang bahwa hikmahnya Ramadhan adalah: menambah penghasilan yang cukup lumayan untuk beli baju lebaran untuk anak dan istri.

Para pegawai, sebagian mereka memandang bahwa hikmahnya Ramadhan adalah: dikuranginya jam kantor, sehingga masuknya lebih siang dan pulangnya lebih gasik.

Anak-anak sekolah tidak jauh berbeda pandangannya dengan bapak-bapak dan ibu-ibu pegawai di atas.

Para penjahat, mungkin sebagian mereka memindahkan ‘jam kerjanya’ ke malam hari; karena di siang harinya tubuh mereka lemas akibat berpuasa, jika mereka berpuasa.

‘Hikmah-hikmah’ tersebut di atas hanyalah ‘hikmah’ duniawi. Namun orang yang beriman, tentunya tidak berpandangan dengan sudut pandang sempit dan naif seperti itu, sebab dia memiliki target utama yang jauh lebih mulia dari itu semua; ketentraman batin di dunia dan kehidupan abadi di surga.

Read more

Sobat Sejati

Alhamdulillâhi wahdah, wash shalâtu was salâmu ‘alâ man lâ nabiyya ba’dah.

Berebut klaim sobat sejati

“Kriiing… kriiing… kriiing…”, dering hp tidak henti-hentinya berbunyi nyaring di dekat telinga si A. “Uffhg… siapa sich pagi-pagi buta gini nelpon, mana musim dingin lagi!”, keluh si A sambil ngeliat layar hpnya. Ternyata nama si B, sobat karibnya, yang nampak di hpnya. “Ya…”, jawab si A dengan suara serak-serak orang baru bangun tidur. “Assalamu’alaikum, dah bangun belum? Dah masuk waktu shubuh nich!”, sambung si B membuka pembicaraannya. Sambil ngeliat jam tangannya, si A menjawab, “Oh ya, jazakallah khaira, ente emang sobat sejatiku kawan…”.

“Sstt… ada film baru nich, seru bangeets! Mau gak?” kata si C kepada si D teman akrabnya, ketika ketemu pas istirahat kuliah. “Wah, boleh juga tuh… Film apa? Ane jadi penasaran!”, jawab si D sambil bisik-bisik. “Ntar aja ente liat sendiri, pokoknya seru dech!”, balas si C manas-manasin. “Okelah, ntar ana ke kamar ente ya… Ente bener-benar sobat sejatiku!”, sambut si D menutup obrolan singkat pagi itu.

Dua penggal kisah di atas, para pelakunya sama-sama mengklaim bahwa temannya adalah “sobat sejati”, tapi mana sebenarnya di antara keduanya yang benar-benar sobat sejati? Mungkin tulisan singkat ini bisa sedikit menggambarkan barometer yang tepat untuk menghukumi, siapakah sobat sejati, siapa pula sobat tidak sejati?

Read more