Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No 111: Melampaui Batas Dalam Berdoa Bagian 3

Pada pertemuan sebelumnya telah dibahas dalil larangan melampaui batas dalam berdoa. Juga beberapa contohnya. Berikut pembahasan tentang contoh lain dari praktek melampaui batas:

Ketiga: Mendoakan keburukan untuk orang yang tidak berhak

Misalnya mendoakan keburukan untuk diri sendiri, keluarga, istri, anak, harta atau yang semisalnya. Sebab itu termasuk perbuatan zalim yang diharamkan Allah ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewanti-wanti,

لا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، وَلا تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ، وَلا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ؛ لا تُوَافِقُوا مِنَ الله سَاعَةً يُسْأَلُ فيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ”

“Janganlah berdoa keburukan untuk diri kalian sendiri. Janganlah berdoa keburukan untuk anak-anak kalian. Janganlah berdoa keburukan untuk harta kalian. Bisa jadi doa kalian itu bertepatan dengan waktu mustajab, lalu dikabulkan Allah ta’ala”. HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu.

Maka tidak boleh seseorang meminta kematian untuk dirinya sendiri hanya gara-gara musibah yang menimpanya. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan,

لَا يَتَمنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الموتَ لضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمنِّياً لِلْمَوْتِ فَلْيَقُلْ: اللهُمَّ أَحْيني مَا كَانَتْ الحيَاةُ خَيْراً لِي، وَتَوفَّنِي إِذَا كَانَتْ الوَفَاةُ خَيراً لِي.

“Tidak boleh salah seorang kalian mengharapkan kematian, hanya karena musibah yang menimpanya. Bila memang terpaksa mengharapkan kematian, maka hendaklah ia mengucapkan, “Ya Allah, panjangkanlah umurku apabila hidup itu lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, jika kematian itu lebih baik untukku”. HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

Termasuk juga tidak boleh meminta agar siksa Allah disegerakan untuk kita di dunia. Walaupun dengan maksud agar kelak di akhirat tidak disiksa lagi.

عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَادَ رَجُلًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ قَدْ خَفَتَ فَصَارَ مِثْلَ الْفَرْخِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «هَلْ كُنْتَ تَدْعُو بِشَيْءٍ أَوْ تَسْأَلُهُ إِيَّاهُ؟» قَالَ: نَعَمْ، كُنْتُ أَقُولُ: اللهُمَّ مَا كُنْتَ مُعَاقِبِي بِهِ فِي الْآخِرَةِ، فَعَجِّلْهُ لِي فِي الدُّنْيَا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” سُبْحَانَ اللهِ لَا تُطِيقُهُ – أَوْ لَا تَسْتَطِيعُهُ – أَفَلَا قُلْتَ: اللهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ” قَالَ: فَدَعَا اللهَ لَهُ، فَشَفَاهُ.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menuturkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suatu hari membesuk salah satu kaum muslimin. Tubuhnya sangat kurus, sampai kondisinya seperti anak burung. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bertanya, “Apakah sebelum ini kamu pernah berdoa meminta sesuatu?”. “Ya. Aku pernah berdoa, “Ya Allah, hukuman yang akan engkau timpakan padaku di akhirat, segerakanlah untukku di dunia” jawabnya. Rasulullullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkomentar, “Subhanallah! Engkau tidak akan mampu menanggungnya! Mengapa engkau tidak berdoa, “Ya Allah karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Serta lindungilah kami dari azab neraka”? Lalu beliaupun mendoakannya hingga ia sembuh. HR. Muslim. Bersambung…

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 30 Jumadal Ula 1438 / 27 Februari 2017

 

* Disarikan dari makalah Al-I’tidâ’ fî ad-Du’â’ Mafhûmuhu wa Anwâ’uhu wa Amtsilatuhu karya Syaikh Izzuddin Ramadhaniy, oleh Abdullah Zaen, Lc., MA, dengan sedikit tambahan.

Leave a Comment