Silsilah Fiqih Pendidikan Anak – No: 64 (MAINAN DAN PERMAINAN UNTUK ANAK)

Silsilah Fiqih Pendidikan Anak – No: 64

MAINAN DAN PERMAINAN UNTUK ANAK*

Mainan dan permainan sangat penting dalam dunia anak-anak. Bahkan dapat dikatakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Mainan dan permainan memberikan kebahagiaan dan kesenangan bagi mereka. Mainan juga bisa memperluas pandangan dan pengetahuan. Sejatinya banyak sekali pelajaran yang mereka peroleh dari permainan meski kelihatannya sepele.

Jadi, keliru besar jika orang tua memisahkan anak dengan dunia bermain. Atau masih ada sebagian orang tua yang mengabaikan arti mainan bagi anak dan tidak merasa perlu untuk bermain dengan anak. Ingatlah, anak-anak itu bukan miniatur orang dewasa. Mereka memiliki dunia sendiri yang seringkali berbeda dengan dunia orang dewasa. Hal ini sangat penting untuk dipahami para orang tua dan para pendidik, sehingga terciptalah hubungan yang hangat, komunikasi yang lancar dan suasana belajar yang menyenangkan.

Sebenarnya bimbingan yang agung ini telah diberikan oleh Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Beliau adalah teladan bagi segenap pendidik yang menginginkan kesuksesan di dunia dan akhirat.

Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan, “Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam pulang dari perang Tabuk atau perang Khaibar, dan pada rak milik Aisyah terdapat tirai. Tiba-tiba angin berhembus hingga menyingkap ujung tirai itu, maka terlihatlah boneka-boneka milik Aisyah. Nabi shallallahu’alaihiwasallam bertanya, “Apa itu wahai Aisyah?”. Ia menjawab, “Bonekaku”. Nabi melihat di antara boneka itu terdapat boneka kuda dari kain perca yang memiliki sepasang sayap. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bertanya lagi, “Boneka apa itu yang ada di tengah?”. Aisyah menjawab, “Boneka kuda”. Nabi berkata, “Apa yang ada padanya?”. Aisyah menjawab, “Sepasang sayap”. Nabi shallallahu’alaihiwasallam berkata, “Kuda memiliki sepasang sayap?”. Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam memiliki kuda yang bersayap?”. Maka Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam pun tertawa (lebar) saat mendengarnya, hingga aku bisa melihat gigi geraham beliau”. HR. Abu Dawud dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albany.

Catatan penting

Hanya saja ada beberapa hal yang harus diperhatikan orang tua dalam masalah bermain ini. Di antaranya:

Pertama: Memilih permainan yang minim dampak negatifnya

Di zaman ini banyak sekali permainan dan mainan yang lebih dominan efek buruknya dibanding efek positifnya. Contohnya: Play Stasion, game online dan yang semisalnya. Permainan seperti ini tentunya harus dihindari. Berilah alternatif permainan lain yang bukan hanya menyenangkan, namun juga menyehatkan dan tidak menguras kantong orang tua.

Kedua: Ada saatnya bermain dan ada saatnya belajar

Tidak benar bila anak dibiarkan bermain sepanjang hari. Namun anak harus dibiasakan membagi waktu dengan baik. Kejenuhan, ketidaktertarikan belajar, tidak bisa diam dan ketidakfokusan belajar pada anak kecil sangat mungkin terjadi. Kita justru berusaha mengajarkan kepada mereka, bagaimana melewati semua itu menuju keseriusan belajar sesungguhnya. Kita perlu memberikan kejelasan kapan saatnya serius belajar, kapan saatnya mereka sedang bermain.

Contoh sederhana: Ketika jam bermain belum ada aktifitas belajar, anak dibiarkan melakukan aktifitas bermain. Bahkan akan baik sekali bila orang tua ikut terlibat dalam permainan mereka. Namun, saat mereka memulai sebuah pembelajaran, maka saat itu keseriusan ditunjukkan oleh orang tua sekaligus terus diingatkan pada anak. Di setiap pembelajaran ada waktu kosong perpindahan dari pembelajaran satu ke pembelajaran lain. Di situ pula anak bisa mengekspresikan keinginan bermainnya beberapa saat.

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 21 Shafar 1437 / 30 November 2015

* Diringkas oleh Abdullah Zaen dari Mencetak Generasi Rabbani karya Ummu Ihsan dan Abu Ihsan (hal. 143-144) dengan beberapa tambahan.

Leave a Comment