Silsilah Fiqih Pendidikan Anak No 72: Anak dan Sifat Penakut

Sifat takut itu ada yang diperbolehkan, ada yang terpuji dan ada yang tercela. Takut yang diperbolehkan adalah takut alamiah yang sewajarnya. Seperti takut kepada binatang buas, takut jatuh dari ketinggian, atau takut tersengat aliran listrik.

Adapun takut yang terpuji adalah takut kepada Allah ta’ala. Di dalam al-Qur’an ditegaskan,

“وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ”

Artinya: “Takutlah kalian kepada-Ku (Allah); bila kalian benar-benar beriman”. QS. Ali Imran (3): 175.

Sedangkan takut yang tercela, adalah takut yang tidak sewajarnya atau berlebih-lebihan. Seperti takut kepada berhala, takut hantu, takut kegelapan, takut berbicara di hadapan orang banyak, takut sendirian dan yang semisal. Walaupun level tercelanya berbeda-beda, namun semua itu harus dihindari.

Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan perasaan takut dalam diri anak. Antara lain:

  1. Kebiasaan menakut-nakuti anak dengan orang tertentu, dengan kegelapan, kuburan, hantu, bayangan dan lain-lain.
  2. Kebiasaan orang tua terlalu memanjakan dan mendikte anak secara berlebihan.
  3. Membiarkan anak selalu menyendiri.
  4. Cerita-cerita atau film-film horor.

Maka untuk mengatasi masalah ini, perlu ditempuh berbagai langkah berikut:

  1. Didiklah anak sejak kecil dengan keimanan kepada Allah. Beribadah dan berserah diri hanya kepada-Nya di setiap waktu.
  2. Berikan kebebasan terarah kepada anak dalam bertindak, namun juga harus dilatih bertanggungjawab atas tindakannya. Selain itu juga dibiasakan menjalankan tugas sesuai tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
  3. Jangan terbiasa menakut-nakuti anak dengan setan, jin, binatang buas dan hal ‘seram’ lainnya. Pahamkan kepada anak tentang hakikat setan dan jin secara proporsional. Yakni yang sesuai dengan syariat agama. Bahwa setan itu ada, tapi ia lemah dan tidak bisa mencelakai tanpa izin Allah. Maka mohonlah perlindungan selalu kepada-Nya. Dengan cara rutin berdzikir dan yang semisalnya.
  4. Hindarkan anak dari berhubungan dengan hal-hal yang berbau menyeramkan. Seperti film horor, mistik dan perdukunan. Bila telah tiba saatnya, yakni saat anak sudah bisa berpikir dewasa, bisa dijelaskan hakekat hal-hal tadi.
  5. Kenalkan kisah-kisah heroik dan para pejuang yang salih. Agar terbentuk jiwa pemberani dalam diri anak. Hindari menceritakan kisah fiktif tentang super hero yang bersifat imajinatif dan tidak ada contoh riilnya dalam kehidupan nyata.
  6. Bangun rasa sosial dan jiwa bersosialisasi pada anak. Dengan melatih dia bergaul dan bergabung dengan teman-temannya. Supaya anak tidak merasa sendiri dan merasa bahwa dirinya dibutuhkan orang lain. Sehingga bisa mengkikis rasa minder dalam dirinya. Biasanya anak yang minder cenderung memiliki sifat takut yang berlebihan.

Semoga bermanfaat…

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 17 Rajab 1437 / 24 April 2016

Leave a Comment