Bukan Pilah-Pilih Semaunya

Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA

Amalan dalam ajaran Islam sangat bervariasi. Sebab potensi manusia berbeda-beda. Ada yang memiliki potensi harta, tenaga, ilmu, jabatan dan lain-lain. Semua mendapatkan peluang untuk meraih surga dengan cara memanfaatkan potensi yang dimilikinya.

Namun beragam amalan tadi tentu tidak semuanya satu level. Justru bertingkat-tingkat levelnya. Jika boleh diumpamakan, Islam ibarat sebuah bangunan. Ada bagian-bagian pokok yang mutlak harus ada dalam sebuah bangunan, tanpa keberadaannya, bangunan tidak bisa berdiri, semisal pondasi dan tiang. Ada pula bagian yang harus ada, namun bila tidak terpenuhi, bangunan itu tetap bisa berdiri, contohnya tembok dan atap. Serta ada elemen penyempurna yang ‘sekedar’ membuat bangunan itu semakin indah dan nyaman, semisal ventilasi udara dan keramik lantai.

Bagian ajaran Islam yang paling tinggi adalah Rukun Iman dan Rukun Islam. Selanjutnya adalah amalan yang hukumnya fardhu ‘ain, semisal birrul walidain dan belajar ilmu agama. Lalu amalan yang hukumnya fardhu kifayah, seperti berdakwah. Kemudian amalan yang hukumnya sunnah, semisal membaca shalawat di luar shalat dan puasa Senin-Kamis.

Islam adalah agama yang rapi, teratur dan tidak asal-asalan. Islam mengajarkan pada kita untuk senantiasa memperhatikan skala prioritas dalam beramal. Diumpamakan seperti membangun rumah, maka yang akan digarap pertama kali adalah pondasi, bukan atap, apalagi ventilasi udara.

Muslim yang cerdas akan memprioritaskan perbaikan akidah terlebih dahulu, sebab itu adalah pondasi dalam beragama. Dia mempelajari Rukun Iman dengan benar. Lalu berikutnya ia mengamalkan Rukun Islam. Selanjutnya ia menjalankan amalan-amalan wajib lainnya. Baru kemudian ia menambahkan amalan yang sunnah.

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah ta’ala berfirman,

وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ

“Taqarrub yang paling Aku cintai dari hamba-Ku adalah yang Aku wajibkan atasnya. Selanjutnya ia menambahkan yang sunnah, hingga Aku mencintainya”. HR. Bukhari (no. 6502).

Tidak Boleh Semaunya

Jadi dalam beramal, kita tidak boleh pilah-pilih semaunya. Jangan sampai hawa nafsu mendikte kita dalam beramal. Yakni hanya menjalankan amalan-amalan yang kita sukai, karena pertimbangan gampang dan ringan, padahal itu bukan bagian pokok agama. Lalu meninggalkan amalan-amalan yang kita anggap berat dan sulit, padahal itu adalah bagian pokok agama .

An-Nu’man bin Qauqal radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah, jika aku menunaikan shalat fardhu, meyakini yang haram adalah haram dan meninggalkannya, serta meyakini yang halal adalah halal, apakah aku akan masuk surga?” Beliau menjawab, “Iya”. HR. Muslim (no. 15).

Yuk, beragama sesuai aturan agama, bukan sekedar beramal sesuai keinginan kita, apalagi didikte oleh hawa nafsu kita!

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 2 Jumada Tsaniyah 1444 / 26 Desember 2022