Surat terbuka untuk para istri (Bagian 7): KUNCI-KUNCI SUKSES MEMBINA RUMAH TANGGA

SURAT TERBUKA UNTUK PARA ISTRI

Surat Ketujuh:

“KUNCI-KUNCI SUKSES MEMBINA RUMAH TANGGA”[1]

Saudariku…

Banyak kunci sukses membina rumah tangga, di antaranya:

1. Mengenali karakter pasangan

Di antara perkara yang harus diperhatikan setelah pernikahan: berusaha mengenali karakter pasangan semampunya. Apa saja yang disukainya dan apa saja yang dibencinya. Sebab, dengan mengenali sifat dan karakter suamimu, akan tergambar di hadapanmu langkah-langkah yang jelas yang harus engkau ambil dalam berinteraksi dengannya.

Berikut beberapa tipe suami beserta solusi untuk menghadapinya:[2]

1. KERANJINGAN KERJA

Tipe suami seperti ini lebih mengutamakan pekerjaan daripada keluarga dan lingkungan sekitarnya. Tak heran jika waktu yang tersedia untuk keluarga sangatlah sedikit. Ia adalah seorang pekerja keras. Suami yang keranjingan kerja (workaholic) umumnya memiliki ego yang tinggi. Ia berpikir, toh semua demi kesejahteraan keluarga.

SOLUSI

Tak ada kata lain selain sabar. Carilah saat tepat untuk menyampaikan uneg-uneg Anda. Misalnya, menjelang tidur saat ia sudah dalam keadaan relaks. Katakan bahwa Anda dan anak-anak mengkhawatirkan kesehatannya yang terlalu diforsir untuk urusan pekerjaan, dan mengajaknya untuk berlibur di akhir pekan. Anda memang harus aktif. Ingatkan suami bahwa, sesibuk apa pun, ia harus menyempatkan diri bersama keluarga. Yang terpenting adalah komunikasi.

Read more

Surat terbuka untuk para istri (Bagian 6): MERANCANG KEBAHAGIAAN SEBELUM PERNIKAHAN

“MERANCANG KEBAHAGIAAN SEBELUM PERNIKAHAN”

Saudariku…

Kebahagiaan rumah tangga perlu dirancang dan dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum pernikahan. Bagi saudariku para muslimah yang belum menikah, Anda masih mempunyai kesempatan lebih lapang guna banyak belajar. Adapun Anda yang telah menikah dan memiliki putri yang telah beranjak dewasa, Anda perlu mempersiapkan sebaik-baiknya sang buah hati untuk menuju ke pelaminan.

Di antara bentuk persiapan itu adalah:

1. Perbaikilah diri dan berhiaslah dengan pakaian takwa

Inilah persiapan pertama dan utama. Sebab laki-laki yang baik dipersiapkan Allah untuk wanita yang baik, begitu pula wanita yang baik dipersiapkan untuk dianugerahkan buat laki-laki yang baik.

“الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ”.

Artinya: “Perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik (pula)”. QS. An-Nur: 26.

Read more

surat terbuka untuk para istri (bagian 3): RUMAH TANGGA ADALAH AMANAH

Para istri yang mulia…

Di satu sisi rumah tangga adalah nikmat. Namun di sisi lain rumah tangga merupakan amanah dan tanggung jawab yang harus dipikul sebaik-baiknya. Karena hal itu akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mengingatkan,

“أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ”.

“Ketahuilah, kalian semua adalah penanggungjawab dan seluruh kalian akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Pemerintah merupakan penanggungjawab dan ia akan ditanya tentang rakyatnya. Seorang lelaki penanggungjawab atas keluarganya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang wanita penanggungjawab atas anak-anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak penanggungjawab atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang itu. Ketahuilah, kalian semua adalah penanggungjawab dan seluruh kalian akan ditanya tentang tanggung jawabnya”. HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma.

Read more

Video Singkat Kajian Islam dan Lingkungan

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemui Ummu Mubasyir Al- Anshariyah di kebun kurma miliknya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Siapakah yang menanam pohon kurma ini? Apakah dia seorang muslim atau kafir?” Dia menjawab, “Seorang Muslim.” Maka beliau bersabda: لَا يَغْرِسُ مُسْلِمٌ غَرْسًا وَلَا يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلَ … Read more

Surat terbuka untuk para istri (Bagian 1): RUMAH TANGGA ADALAH NIKMAT

Rumah tangga merupakan perkara yang sangat pokok bagi kehidupan manusia. Bahkan Rasulullah shallallahu’alahihiwasallam menyatakan bahwa seorang yang telah berumah tangga, berarti ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Kata beliau,

“إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدْ كَمُلَ نِصْفُ الدِّيْنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي”.

“Apabila seorang hamba menikah berarti separuh agamanya telah sempurna. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam menjaga setengah yang tersisa”. HR. Al-Baihaqy dalam Syu’ab al-Iman dan dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albany.

Pernikahan merupakan anugerah dan nikmat yang amat besar bagi umat manusia. Dalam al-Qur’an, Allah ta’ala menggambarkan bahwa rumah tangga akan mendatangkan ketentraman dan kasih sayang.

“وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ”.

Artinya: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah: Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kalian cenderung serta merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. QS. Ar-Rum: 21.

Read more

Benarkah Muharram Bulan Sial?

Alhamdulillâhi wahdah wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh…

Mitos Seputar Bulan Muharram

Sudah menjadi ‘keyakinan’ bagi sebagian masyarakatIndonesia–Jawa khususnya– bahwa bulan Muharram -atau bulan Suro dalam istilah Jawa- adalah bulan keramat. Pada tanggal-tanggal tertentu mereka menghentikan aktivitas–aktivitas yang bersifat hajatan besar, menghindari perjalanan jauh, sebab hari itu mereka anggap sebagai hari naas atau sial.

Bulan itu juga mereka takuti bagi pasangan yang hendak merencanakan pernikahan. Oleh karenanya mereka sangat menghindarinya dan memilih pernikahan dilaksanakan pada bulan-bulan lain. Pasalnya, -menurut klaim mereka- pernikahan yang dilangsungkan pada bulan Muharram kerap mendatangkan sial bagi pasangan, seperti perceraian, kematian, tidak harmonis, dililit utang, dsb. Budaya ini sudah mengakar sebagai warisan nenek moyang kita. Kami tidak tahu secara pasti ini dari mana sumbernya, tetapi mungkin saja sebagai pengaruh asimilasi budaya Hindu dan Islam yang ketika berbaur memunculkan isme baru yaitu paham kejawen.

Read more

Polemik Arah Kiblat

HARUSKAH BERPOLEMIK MENGENAI ARAH KIBLAT?

  • ·Prolog

Belakangan ini, polemik mengenai arah kiblat semakin menghangat. Bukan hanya di daerah tertentu, melainkan sudah menjadi isu nasional. Tulisan, ceramah dan diskusi resmi maupun tidak, banyak diadakan untuk membahas masalah ini. Ada yang berbicara berdasarkan ilmu, namun tidak sedikit yang berbicara berdasarkan emosional belaka. Ini berkenaan dengan wacana yang dilontarkan.

Adapun implementasinya di ‘dunia nyata’, ada yang berusaha merubah arah kiblat di masjidnya dengan cara yang bijak dan santun. Tetapi ternyata ada pula yang memilih jalan ‘kekerasan’ dan intimidasi, tanpa memperhatikan kaidah pertimbangan maslahat dan madharat.

Sebenarnya permintaan untuk membahas permasalahan ini telah cukup lama dilontarkan ke penulis. Namun karena satu dan lain hal, terutama kesibukan merintis pesantren dan berdakwah, keinginan tersebut baru bisa terealisasikan sekarang. Semoga tulisan sederhana berikut bisa turut memberikan andil dalam mengurai benang kusut permasalahan ini. Amien…

Read more

Bukan Sembarang Dzikir

 

Dzikir merupakan salah satu ibadah yang memiliki banyak keistimewaan, di antaranya: akan mendatangkan ketenangan bagi para pelakunya. Sebagaimana ditegaskan Allah ta’ala dalam firman-Nya,

“أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ”.

Artinya: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. QS. Ar-Ra’du: 28.

Read more

Riba = Susah di Dunia dan Akhirat

• Prolog

Andaikan ada berita yang mengabarkan tentang seorang anak yang memperkosa ibu kandungnya sendiri, penulis yakin gelombang kutukan terhadap pelaku perbuatan keji tersebut akan tak kuasa untuk dibendung! Bisa dipastikan tidak ada satupun orang yang berakal sehat mendukung perilaku munkar tersebut!

Namun, bagaimana halnya jika ada iklan bank yang mempromosikan pinjaman dengan bunga lunak? Akankah ada pengingkaran terhadap praktek ribawi tersebut? Ataukah justru hal itu dianggap sebagai berita yang lazim, atau bahkan akan menuai pujian lantaran lunaknya bunga yang ditawarkan? Lalu sebaliknya, ustadz yang memperingatkan umat dari bahaya berhubungan dengan bank dalam model transaksi seperti itu, akan dicap sebagai orang yang kaku, keras, saklek, dan segudang stigma lainnya?

Begitulah kira-kira sekelumit realita ketidaksadaran banyak umat dengan bahaya riba. Padahal menurut kacamata Islam, berzina dengan ibu kandung dan memakan riba dosanya adalah selevel! Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَاباً، أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ”

“Riba ada tujuh puluh tiga tingkatan. Yang paling ringan adalah seperti seseorang yang menzinai ibunya”. HR. Al-Hakim dan dinyatakan sahih oleh beliau dan al-Albany.

Read more

Empat Kunci Masuk Surga

Rasululullah shallallahu’alaihiwasallam bercerita,

“سَأَلَ مُوسَى رَبَّهُ: مَا أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً؟ قَالَ: هُوَ رَجُلٌ يَجِىءُ بَعْدَ مَا أُدْخِلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ فَيُقَالُ لَهُ: ادْخُلِ الْجَنَّةَ. فَيَقُولُ: أَىْ رَبِّ كَيْفَ وَقَدْ نَزَلَ النَّاسُ مَنَازِلَهُمْ وَأَخَذُوا أَخَذَاتِهِمْ؟ فَيُقَالُ لَهُ: أَتَرْضَى أَنْ يَكُونَ لَكَ مِثْلُ مُلْكِ مَلِكٍ مِنْ مُلُوكِ الدُّنْيَا؟ فَيَقُولُ: رَضِيتُ رَبِّ. فَيَقُولُ: لَكَ ذَلِكَ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ وَمِثْلُهُ. فَقَالَ فِى الْخَامِسَةِ: رَضِيتُ رَبِّ. فَيَقُولُ: هَذَا لَكَ وَعَشَرَةُ أَمْثَالِهِ وَلَكَ مَا اشْتَهَتْ نَفْسُكَ وَلَذَّتْ عَيْنُكَ. فَيَقُولُ: رَضِيتُ رَبِّ…”.

“(Suatu saat) Nabi Musa bertanya kepada Allah, ”Bagaimanakah keadaan penghuni surga yang paling rendah derajatnya?”. Allah menjawab, “Seorang yang datang (ke surga) setelah seluruh penghuni surga dimasukkan ke dalamnya, lantas dikatakan padanya, “Masuklah ke surga!”. “Bagaimana mungkin aku masuk ke dalamnya wahai Rabbi, padahal seluruh penghuni surga telah menempati tempatnya masing-masing dan mendapatkan bagian mereka” jawabnya. Allah berfirman, “Relakah engkau jika diberi kekayaan seperti raja-raja di dunia?”. “Saya rela wahai Rabbi” jawabnya. Allah kembali berfirman, “Engkau akan Kukaruniai kekayaan seperti itu, ditambah seperti itu lagi, ditambah seperti itu, ditambah seperti itu, ditambah seperti itu dan ditambah seperti itu lagi”. Kelima kalinya orang itu menyahut, “Aku rela dengan itu wahai Rabbi”. Allah kembali berfirman, “Itulah bagianmu ditambah sepuluh kali lipat darinya, plus semua yang engkau mauim serta apa yang indah di pandangan matamu”. Orang tadi berkata, “Aku rela wahai Rabbi”…”. HR. Muslim (I/176 no 312) dari al-Mughîrah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu.

Read more