REDAKSI ISTIGHFAR Bag-3

Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 76 Pada pertemuan lalu kita telah membahas beberapa redaksi istighfar yang termaktub di dalam Hadits. Berikut kelanjutannya; Kesembilan: “اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ“ “ALLÔHUMMAGH FIRLANÂ WAR HAMNÂ WA TUB ‘ALAINÂ, INNAKA ANTAT TAWWÂBUR ROHÎM” (Ya Allâh, ampunilah kami dan sayangilah kami, serta terimalah taubat … Read more

REDAKSI ISTIGHFAR Bag-2*

Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 75 Pada pertemuan lalu kita telah membahas beberapa redaksi istighfar yang termaktub di dalam al-Qur’an. Berikut ini beberapa redaksi istighfar yang disebutkan dalam Hadits; Keenam: “اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي، وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ. أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ … Read more

Redaksi Istighfar Bag. 1

Istighfar memiliki beberapa redaksi yang termaktub di dalam al-Qur’an dan Sunnah. Di antara redaksi istighfar yang disebutkan dalam al-Qur’an; Pertama: “ربَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا، وانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ“. “Robbanâghfirlanâ dzunûbanâ wa isrôfanâ fî amrinâ, wa tsabbit aqdâmanâ, wanshurnâ ‘alal qoumil kâfirîn”. Artinya: “Wahai Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan … Read more

KEISTIMEWAAN KALIMAT HAUQOLAH Bagian-2

Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 66 Pada pertemuan lalu kita sudah mulai mengkaji beberapa nas yang menjelaskan keistimewaan kalimat hauqolah. Terutama nas-nas yang menyebutkan keistimewaan kalimat ini berbarengan dengan empat kalimat mulia lainnya, yakni tasbih, tahmid, tahlil dan takbir. Berikut kelanjutannya: Kalimat hauqolah merupakan salah satu amal salih yang berpahala abadi Allah ta’ala berfirman, … Read more

KEISTIMEWAAN KALIMAT HAUQOLAH Bagian-1

Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 65 Di antara kalimat istimewa yang diajarkan di dalam agama kita adalah kalimat hauqolah, yakni kalimat lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh. Terjemahannya: “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali milik Allah”. Banyak nas yang menjelaskan keistimewaan kalimat mulia yang satu ini. Ada hadits-hadits yang menyebutkan keistimewaan kalimat ini … Read more

KONSEKWENSI KALIMAT TAKBIR*

Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 64 Sudah berlalu pembahasan tentang makna kalimat takbir. Bahwa maknanya adalah meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala itu dzat yang paling besar, tidak ada satupun yang lebih besar dari-Nya. Segala sesuatu yang besar, di sisi Allah akan terasa kecil. Keyakinan di atas seharusnya berkonsekwensi untuk melahirkan perilaku-perilaku baik dalam … Read more

MAKNA KALIMAT TAKBIR*

Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 63 Setelah kita membahas beberapa keistimewaan takbir, saatnya kita mengkaji makna dari kalimat mulia ini. Supaya dzikir kita berkualitas tinggi, sebab penuh dengan penghayatan. Kalimat takbir terjemahannya adalah: Allah Maha besar. Adapun maknanya adalah kita harus meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala itu dzat yang paling besar, tidak ada … Read more

KEISTIMEWAAN KALIMAT TAKBIR Bag-2*

Silsilah Fiqih Doa dan Dzikir No: 62 Pada pertemuan yang telah lalu, kita sudah membahas beberapa keistimewaan kalimat takbir. Di mana kalimat mulia ini disyariatkan untuk senantiasa kita baca di dalam banyak ibadah. Antara lain setelah selesai puasa Ramadhan. Ketika ibadah haji dan di hari raya Idhul Adha. Juga di dalam shalat lima waktu. Di … Read more

Hidup Suri

Oleh: Abdullah Zaen, Lc., MA

 

Istilah yang sering kita dengar adalah mati suri. Itu merupakan sebuah istilah untuk menjuluki kondisi di mana sesorang tampaknya mati, tetapi sebenarnya masih hidup. Adapun judul di atas; hidup suri adalah kebalikan mati suri. Itu adalah istilah yang kami buat sendiri untuk menjuluki orang yang tampaknya hidup, padahal sebenarnya ia mati. Siapakah dia? Dia adalah orang yang enggan berdzikir!

Perlu diketahui, bahwa selain memotivasi para hamba-Nya untuk banyak berdzikir, Allah ta’ala juga mengingatkan mereka agar tidak lalai dari berdzikir. Bahkan terkadang Allah menggabungkan antara keduanya. Antara lain dalam firman-Nya,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ.

Artinya: “Ingatlah Rabbmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang. Serta janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. QS. Al-A’raf (7): 205.

Kebutuhan seorang hamba kepada dzikir melebihi kebutuhan seekor ikan terhadap air, sebab dzikir merupakan sumber kehidupan hati. Nabi kita shallallahu’alaihiwasallam memberikan sebuah perumpamaan yang sangat buruk bagi manusia yang enggan berdzikir. Kata beliau,

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ“.

“Perumpamaan orang yang berdzikir (mengingat) Rabbnya dan orang yang tidak berdzikir, seperti orang yang hidup dan orang yang mati”. HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al-Asy’ary radhiyallahu ’anhu.

Berdasarkan keterangan di atas, hati para manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga jenis:

Pertama: Hati yang hidup dan sehat. Adalah hati yang senantiasa dipenuhi dengan dzikrullah. Hati yang mengikhlaskan seluruh amalannya hanya untuk Allah ta’ala. Ia mencintai, membenci, memberi dan menahan pemberian karena Allah semata. Dalam bertindak dan berlaku, selalu yang dijadikan sebagai patokan adalah keridaan Allah dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam bukan yang lain.

Kedua: Hati yang mati. Adalah hati yang kosong dari dzikrullah. Hati yang tidak mengenal Rabbnya, tidak beribadah pada-Nya, tidak menjalankan perintah-Nya maupun menjauhi larangan-Nya. Ia mencintai, membenci, memberi dan menahan pemberian semata karena menuruti hawa nafsunya.

Ketiga: Hati yang sakit. Adalah hati yang masih hidup namun menderita penyakit. Tergantung unsur mana yang lebih dominan. Terkadang penyakitnya berkurang karena porsi dzikirnya ia tingkatkan. Namun seringkali, penyakitnya semakin parah, karena terlalu lama tidak berdzikir, sehingga hampir-hampir ia mati.

Hati pertama adalah hati yang subur dan lembut. Hati kedua adalah hati yang tandus dan mati. Hati ketiga adalah hati yang sakit, kadangkala mendekati kesembuhan dan tidak jarang pula mendekati kematian. Nomor berapakah hati kita?

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 19 Rabi’uts Tsani 1433 / 12 Maret 2012

* )Kandungan makalah ini disarikan dari kitab “Fiqh al-Ad’iyyah wa al-Adzkâr” karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr al-‘Abbad (I/52-59).