Serial Fiqih Pendidikan Anak No 171: BERCENGKERAMA DENGAN ANAK

Serial Fiqih Pendidikan Anak – No: 171

BERCENGKERAMA DENGAN ANAK

Salah satu tabiat dasar anak kecil adalah suka bermain. Menghalangi hajatnya ini justru akan membuat anak jenuh, bosan dan malas belajar. Bercengkeramanya orang tua dengan anak-anak akan membangun kedekatan dan keakraban di antara mereka. Sehingga anak-anak akan lebih mudah mendengar nasehat dan arahan orang tua, lalu menerimanya dengan senang hati.

Panutan kita Rasulullah shallalallahu ’alaihi wasallam secara nyata mencontohkan hal tersebut dalam kesehariannya. Ya’la bin Murrah radhiyallahu ‘anhu menuturkan,

خَرجنَا مَع النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ودُعِينَا إِلَى طَعامٍ، فَإِذا حُسينٌ يَلعبُ فِي الطَّريق، فَأسرعَ النبيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمامَ القَومِ ثُم بَسطَ يَديهِ، فَجَعلَ الغُلامُ يَفِر هَهُنا وهَهُنا، ويُضَاحِكُه النَبيُ صلى الله عليه وسلم، حَتى أَخذهُ، فَجعلَ إِحدى يَديهِ فِي ذَقْنِهِ والأُخرَى فِي رَأسهِ، ثُم اعتَنَقَه، ثُم قَال النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (حُسينٌ مِني وَأنَا مِنهُ، أَحبَّ اللهُ مَن أَحبَّ الحَسنَ والحُسينَ سبطان مِن الأسباط)

“Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi undangan makan. Di tengah perjalanan, kami mendapati Husain sedang bermain di jalan. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bergegas mendahului kami dan membentangkan kedua tangannya. Husain pun lari menghindar kesana dan kemari. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terus mencandainya, hingga beliau berhasil menangkapnya. Salah satu tangan beliau memegang dagu Husain dan satunya memegang kepala, lalu beliau memeluknya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Husain bagian dariku dan aku bagian darinya. Semoga Allah mencintai orang yang mencintai Hasan dan Husain; kedua cucuku”. HR. Bukhariy dalam Al-Adab al-Mufrad dan dinilai hasan oleh al-Albaniy.

Sangat menarik merenungkan hadits di atas. Ada beberapa poin penting yang bisa disimpulkan:

Pertama: Usia senja bukan alasan untuk tidak bercengkerama dengan anak

Peristiwa di atas terjadi saat usia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendekati 60 an tahun. Ini menunjukkan bahwa usia senja tidak menghalangi ayah dan bunda untuk bermain dengan anak dan cucunya. Jika yang sudah tua saja masih bermain dengan anak, seharusnya yang masih muda pun demikian.

Kedua: Tidak gengsi walau dilihat khalayak

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bercanda dengan anak kecil di depan umum. Hal itu tidak menjatuhkan kewibawaan beliau. Beliau tidak jaim (jaga image). Padahal beliau adalah seorang Nabi dan panglima besar. Beliau justru menampakkan keakraban dengan anak kecil di hadapan khalayak, sebagai bentuk pembelajaran bagi mereka. Beginilah kondisi ideal hubungan orang tua dengan anak atau cucunya.

Status Anda sebagai ulama kharismatik, rektor universitas ternama, bos perusahaan besar atau jenderal yang membawahi ribuan prajurit, seharusnya status itu semua dikesampingkan saat Anda sedang bermain dengan anak. Sehingga tidak ada sekat-sekat yang menghalangi kedekatan Anda dengan mereka.

Ketiga: Totalitas dalam bercengkerama

Aktivitas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bercanda dengan anak kecil bukan sekedar formalitas. Namun beliau benar-benar menghayati dan menjiwainya. Itu bisa dilihat dari gabungan antara raut muka, gerakan tubuh dan ungkapan lisan beliau. Muka beliau cerah dan tersenyum. Beliau membentangkan kedua tangannya, bergerak ke sana kemari, lalu memeluk hangat cucunya. Tidak lupa juga secara verbal, beliau mengungkapkan perasaan cintanya kepada sang cucu.

Itulah potret totalitas dalam bercengkerama. Maka jangan biarkan benda-benda asing mengganggu kebersamaan kita dengan anak. Salah satunya adalah gadget. Benda ini seringkali merusak suasana keakraban orang tua dengan anak-anaknya. Singkirkan HP saat kita bercengkerama dengan putra dan putri kita. Fokus menjalankan aktivitas kebersamaan ini, akan membuatnya lebih berkualitas.

Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 14 Rabi’ul Awwal 1444 / 10 Oktober 2022